Bismillah
-=# ..m . o . h . o . n ... d . o . a ...r . e . s . t . u..#=-


Sahabat Sekalian,
Kami mohon doa restu atas pernikahan kami, semoga dengan pernikahan ini Allah SWT memberikan kami keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah serta senantiasa mendapat barakah dari Allah SWT.

Berkenaan hal tersebut, mohon kiranya sahabat dapat hadir dan mendoakan kami:

"Barakallahu laka wa baraka alaika wa jama'a bainakuma fii khair"


----------------------------------------

Walimah Nikah pada hari Senin, 18 Agustus 2008
Di Kalimalang, Glagah, Lamongan
Mauidhah Hasanah oleh Ust. Wawan Da'i TPI
Jam 7 malam


Akad Nikah hari Ahad, 10 Agustus 2008
Jam 9 pagi
Bertempat di Masjid UNESA Ketintang Surabaya
Mauidhah Hasanah oleh Ust. Djunaidi Sahal



----------------------------------------

Atas kehadiran dan do'a restu Sahabat, kami sampaikan Jazakumullah Khairan Katsiiran.

bi Allah at-Taufiq wa al-Hidayah,

Wassalam

iLLa - aLi

~~~~~~~~

Telp/SMS. 031-71816903 dan 085648734288


----------------------------------------

"Semoga Allah SWT menghimpun yang terserak dari keduanya, membarakahi mereka berdua, meningkatkan kualitas keturunan mereka, menjadikannya pembuka pintu- pintu rahmat, sumber ilmu dan hikmah serta pemberi rasa aman bagi umat"

(Do'a Rasulullah SAW, pada pernikahan putri beliau Fatimah Azzahra RA dengan Ali bin Abi Thalib RA)


Pernikahan ; Taman Orang-orang yang Jatuh Hati


Cinta adalah Fitrah Manusia

Mencintai seseorang atau jatuh hati terhadap lawan jenis merupakan perkara fitrah karena Allah Ta’ala menciptakan manusia dalam keadaan demikian sebagaimana firman-Nya,

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik” (QS. Ali Imran : 14)

Dalam suatu hadits shahih diceritakan kisah seseorang wanita yang bernama Barirah yang mana suaminya yang bernama Mughits selalu mengikutinya dari belakang setelah mereka bercerai, maka Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam berkata kepada Abbas,

“Wahai Abbas, tidakkah engkau takjub terhadap cintanya Mughits kepada Barirah dan kebencian Barirah kepada Mughits ?” (HR. al Bukhari). 

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah kemudian menjelaskan dalam Mukhtashar Raudhatul Muhibbin (hal. 82) bahwa Rasulullah ShallallaHu ‘alayHi wa sallam tidak melarang tumbuhnya cinta Mughits yang membara dalam keadaan seperti itu. Sebab, cinta merupakan sesuatu yang tidak bisa dibendung dan ia bukan merupakan inisiatif diri sendiri.

Seorang laki-laki berkata kepada Umar bin Khaththab radhiyallaHu ‘anHu, “Wahai Amirul Mukminin, aku telah melihat seorang wanita lalu aku pun sangat cinta kepadanya”. Lalu Umar radhiyallaHu ‘anHu berkata, “Itu adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk dibendung” (Mukhtashar Raudhatul Muhibbin hal. 81)

Namun demikian cinta ini dapat menjadi bumerang bagi para pelakunya jika disertai dengan hawa nafsunya atau juga akibat godaan syaithan yang memang selalu ingin mengelincirkan manusia, sehingga pelakunya melakukan amal-amal yang buruk bergelimangan dosa seperti zina dan lainnya.

Karena cintanya dia menjadi hamba
Padahal sebelumnya dia raja

Allah Ta’ala berfirman,

“Kemudian dia melepas diri dari ayat-ayat Allah, lalu dia diikuti oleh syaithan, maka jadilah ia termasuk orang-orang yang sesat” (QS. Al A’raf : 175)

Dan tidak dapat dipungkiri orang-orang yang dimabuk cinta akan selalu merindukan orang-orang yang dicintainya. Seorang pemuda akan selalu merindukan gadis yang dicintainya begitu pula sang gadis akan selalu merindukan pemuda yang ia dambakan.

Sang pencinta mengadukan kerinduannya
Andaikata aku bisa menanggung kesendirian ini
Ada semua kenikmatan cinta di dalam hati

Yang tiada pernah dirasakan siapa-siapa

Maka dari itu Allah Ta’ala telah menciptakan obat penyembuh akibat penyakit cinta yang berpotensi melanggar syariat yang telah Allah Ta’ala tetapkan dan memudahkan cara untuk mendapatkan obat tersebut.

Barangsiapa yang berobat dengan sesuatu yang telah dilarang oleh Allah Ta’ala secara syariat, sekalipun ia mampu untuk melakukannya maka ia telah melakukan kesalahan dalam proses pengobatan. Dia seperti orang yang hendak mengobati suatu penyakit dengan penyakit yang justru lebih berbahaya.

Dan obat itu adalah pernikahan. Dari Ibnu Abbas radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alayHi wa sallam bersabda,

“Lam yura lil mutahabbiina mitslun nikaahi” yang artinya “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai seperti halnya pernikahan” (HR. Ibnu Majah no. 1647 dan al Hakim dalam al Mustadrak 2/147, dishahihkan oleh al Hakim dan disepakati oleh adz Dzahabi. Al Bushiri dalam Mishbah az Zujajah 2/94 mengatakan bahwa isnad hadits ini shahih dan para perawinya tsiqat)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah membuat syair yang cukup indah berkaitan dengan permasalahan ini (Mukhtashar Raudhatul Muhibbin hal. 54),

Engkau penuhi keinginan hatimu yang bergelora
Dengan bersama kekasihmu, bila ia rela
Jika engkau lakukan itu dalam kehalalan, berbahagialah

Engkau dapatkan kasih sayang dan kerelaan
Jika engkau lakukan itu dalam keharaman
Sungguh itu adzab, yang menghinakan dan yang menyengsarakan


Para ahli ilmu dan dari kalangan lainnya telah sepakat bahwa obat dari penyakit cinta ini adalah menyatunya dua ruh dan badan yang saling berdekatan. Dari Jabir radhiyallaHu ‘anHu bahwasannya Rasulullah ShallallaHu ‘alayHi wa sallam pernah melihat seorang wanita maka kemudian dia mendatangi istrinya Zainab, lalu bersabda,

“Jika salah seorang kalian melihat wanita lalu tertarik kepadanya, maka hendaklah dia mendatangi istrinya, karena yang demikian itu bisa menolak apa yang bergejolak di dalam dirinya” (HR. Imam Muslim)

Isma’il bin ‘Ayyasy menceritakan dari Syurahbil bin Muslim dari Abu Muslim al Khaulani rahimahullah, bahwasannya ia berkata,

“Wahai seluruh penduduk Khaulan, nikahkanlah pemuda-pemudi kalian dan budak-budak kalian, karena gejolak yang berkobar adalah masalah yang serius. Maka buatlah persiapan untuk urusan itu dan ketahuilah bahwa tidak ada penolakan bagi siapa yang meminta izin untuk menikah” (Mukhtashar Raudhatul Muhibbin hal. 126)

Semoga Allah Ta’ala memudahkan para pemuda dan pemudi Islam yang saling mencinta dan merindu untuk mengambil jalan yang telah disyariatkan oleh agama dan semoga mereka dapat memperoleh buah dari ketaatan yang mereka kerjakan.

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberi rizki dari arah yang tiada yang disangka-sangkanya” (QS. Ath Thalaq : 2-3)


Maraji’ :

Mukhtashar Raudhatul Muhibbin li al Imam Ibn Qayyim al Jauziyyah, Abu Shuhaib al Karami, Pustaka Arafah, Solo, Cetakan Pertama, Juli 2005.